Affair Ketika Reuni
Posted by Kisah Cerita Dewasa
on Rabu, 05 Februari 2014
0
Aku terkejut ketika tiba-tiba mendapat sepucuk surat dari
seorang teman SMA yang berisi pemberitahuan reuni khusus untuk kelasku di SMA.
Reuni rencananya akan diadakan kurang lebih sebulan lagi saat cuti bersama
lebaran 1996 sekaligus halal bi halal. Setiap tahunnya memang kelasku
mengadakan pertemuan. Acara akan diadakan di sekitar Jabotabek, karena banyak
teman-teman SMA yang berdomisili di Jakarta. Namun karena berbagai pertimbangan
akhirnya diputuskan dipindah ke Yogyakarta saja.
Terakhir aku bertemu dengan teman-teman SMA waktu reuni
1990, setahun setelah kami lulus. Setelah itu karena kuliah dan kemudian
domisili serta pekerjaanku yang sering berpindah, maka aku tidak pernah ikut
lagi.
"Pak Anto, ada telepon. Katanya dari teman bapak
sewaktu di SMA," kata Ita, operator telepon di kantorku sambil melongokkan
kepalanya di pintu ruanganku.
"Thanks Ta".
Kuraih gagang telepon.
"Hallo..".
"Pak Anto?" terdengar suara di telepon.
"Ya, saya sendiri. Ini siapa?" tanyaku.
"Tok, gila lu. Nyariin lu susahnya melebihi menghadap
menteri. Ini Isman. Lu udah dapat pemberitahuan reuni kelas kita belum?"
"Udah, tapi nggak tahu nih. Tahun ini mungkin nggak
bisa ikut lagi," kataku.
"Tahu nggak, anak-anak bilang lu sekarang sombong, beda
dengan waktu sekolah. Nggak pernah mau ikut kumpul-kumpul lagi," kata
Isman memvonisku.
Isman memang teman sekolahku yang paling dekat. Selama tiga
tahun di SMA kami duduk sebangku. Paling kalau lagi bosan sehari dua hari
nomaden cari tempat duduk lain. Habis itu kembali lagi. Kami sering diolok-olok
sebagai sepasang kekasih. Anaknya baik dan fair. Meskipun aku selalu dapat
rangking 3 besar, ia tidak pernah memanfaatkanku dengan mencontek secara
mentah. Paling ia hanya minta rumusnya saja. Setelah itu ia sendiri yang
memasukkan bilangan ke dalam rumus dan mengerjakannya sendiri.
"Bukan begitu Is. Lu kan tahu domisiliku dan
pekerjaanku sering berpindah kota. Jadi undangan tidak pernah sampai dan juga
kadang tidak bisa ambil cuti".
"Kali ini usahakan ikut. Banyak yang nanyain tuh. Intan
gebetanmu waktu SMA sering jadi sasaran olok-olok teman-teman. Katanya lu nggak
mau datang karena patah hati ditolak sama Intan".
"Ha.. Ha.. Ha. Lu bisa aja. Gua ama Intan masih sering
kontak kok. Cuma sebagai sahabat saja. Gua ngerti alasan dia menolakku
dulu".
"Udah ya. Pokoknya kali ini lu mesti datang atau namamu
dicoret dari daftar alumni kelas kita".
"Iya deh, gua usahain," kataku ragu. Soalnya
meskipun pada saat lebaran aku tidak diijinkan mengambil cuti terlalu lama.
Cukup libur dua hari tanggal merah saja kata bosku. Memang sebagai
kompensasinya aku diberi jatah cuti yang lebih panjang dari biasanya di lain
waktu.
Aku ingat masa SMA-ku. Rasa tertarik pada teman wanita ada.
Tapi karena sifatku yang cengengesan jadinya mereka menganggap hanya sebagai
sebuah canda saja. Akhirnya ketika menjelang lulus, kutembak Intan. Kurasa ia
sebenarnya ada hati juga padaku, namun karena ada suatu perbedaan prinsip ia
menolak cintaku. Akupun maklum dengan alasannya dan sampai saat ini kami masih
sering kontak baik lewat telepon ataupun surat.
Beberapa hari kemudian aku iseng-iseng ke personalia.
Kutanyakan jatah cutiku untuk tahun ini. Ia membuka komputernya dan menatapku
sebentar.
"Pak Anto masih punya jatah cuti 10 hari. Kenapa? Mau
ambil cuti lagi?" tanyanya.
"Rencananya saya mau ambil cuti pada masa lebaran saja
Pak. Udah berapa tahun nggak pernah pulang saat lebaran," kataku.
"Bapak isi saja formulirnya, nanti kalau kondisinya
memungkinkan tentu akan diijinkan," katanya sambil mengangsurkan formulir
permohonan cuti. Setelah kuisi lalu kukembalikan lagi padanya. Tiga hari
kemudian aku mendapat konfirmasi bahwa cutiku diberikan sesuai dengan
permohonanku.
Akhirnya saat reuni pun tiba. Dalam suasana lebaran begini
kami masih bisa mendapatkan tempat di sebuah hotel di Kaliurang. Hebat amat
panitianya, pikirku. Ternyata suami seorang teman, Tini, bekerja sebagai
manager di hotel tersebut. Pantas saja!
Aku datang sekitar pukul tiga sore. Sengaja kusamarkan
penampilanku. Cambang tidak kucukur selama seminggu lebih. Topi yang kulesakkan
agak dalam ke kepalaku dan kacamata hitam semakin membuatku yakin tidak ada
yang mengenaliku. Ketika ke resepsionis hotel kulirik di lobby telah berkumpul
beberapa temanku.
"Mbak, reuni untuk SMA XX benar di sini?" tanyaku.
"Oh ya Pak. Bapak siapa namanya?"
"Anto".
"Kamar bapak 217, nanti sekamar dengan Pak Isman,"
kata resepsionis tadi sambil menyerahkan kunci kamar.
"Ada barangnya Pak?" tanyanya lagi ramah.
"Maturnuwun Mbak. Ah cuma tas kecil saja kok. Saya ke
lobby saja dulu Mbak. Nampaknya sudah banyak yang datang tuh," kataku.
"Silakan Pak Anto. Monggo, Bu Tini juga ada di lobby
kok".
Aku berjalan dengan santai ke lobby. Kulihat di sebuah meja
nampaknya ramai dengan gelak tawa. Aku tersenyum saja. Ternyata memang sudah
ada beberapa teman laki-laki dan perempuan yang ada dan masih ngerumpi. Entah
karena penampilanku atau karena tidak memperhatikan sekelilingnya kelihatannya
mereka tidak mempedulikanku. Aku duduk di meja sebelahnya dengan posisi
memunggungi mereka. Kudengar lagi suara bersahutan dan kemudian gelak tawa
meledak. Aku tidak tahu persis siapa yang bicara.
"Eh Anto katanya mau datang. Udah lama dia nggak kumpul
dengan kita. Udah jadi konglomerat katanya dia di Jakarta."
"Ah paling dia udah nggak ingat lagi dengan kita-kita.
Jelas dia patah hati dengan Intan sehingga dia nggak mau lagi ketemu dengan
kita. Takut terkuak luka lama".
Aku tersenyum saja. Mereka bicara bersahut-sahutan.
"Oh ya, kali ini siapa yang sudah nggak perawan
lagi?"
"Husshh, ngaco lu!!"
"Maksudnya udah kawin. Lu aja yang ngeres".
"Oo. Anto kali ya. Dulu aku sebenarnya mau saja ama
dia. Tapi dianya lebih tertarik ke Intan. Aku tentu tak berani bersaing dengan
Intan".
Kali ini pasti suara Desi. Anak ini dulu memang ada
perhatian khusus padaku. Tiba-tiba kulihat seseorang berjalan ke arah mereka.
Kulirik sekilas, ternyata Isman. Aku pura-pura membaca majalah dengan menunduk.
Isman pun segera larut dalam gelak tawa di sebelah. Setelah beberapa lama,
mungkin ia baru sadar.
"Eh, mana Anto?"
"Sudahlah. Pacarmu itu nggak akan datang?"
"Kalau saya lihat di daftar booking kamar. Ada kok
namanya. Malahan sekamar sama Isman. Biar mereka pacaran lagi," kata Tini
sang tuan rumah.
"Dia sudah datang. Tadi saya ke resepsionis katanya
udah ambil kunci dan katanya di lobby. Makanya aku langsung ke sini," kata
Isman dengan nada penasaran.
Ia berdiri dan mengamat-amati tamu yang ada. Ia keluar dari
kelompok tadi dan berjalan ke arahku sambil tetap mengamati sekelilingnya. Ia
kemudian duduk di depanku dan memperhatikanku. Ketika bertatapan mata ia hanya
mengangguk dan kubalas dengan anggukan kecil tanpa ekspresi. Kelihatannya ia belum
mengenaliku, atau ragu-ragu apakah aku benar teman sebangkunya di SMA.
Ia masih penasaran, sesekali melirikku namun kubiarkan saja.
Akhirnya ia berdiri dan berjalan ke resepsionis. Kembali dari resepsionis
dengan langkah mantap ia menuju ke arahku, berdiri di belakangku dan dengan
sekali renggut maka terlepaslah topiku. Teman-teman lainnya yang ada di meja
sebelah kelihatan terkejut.
Aku masih diam saja. Ia tarik tanganku sampai aku berdiri
dan kemudian tangannya melepas kacamata hitamku. Tangan kanannya memegang
tangan kiriku dan mengangkatnya. Kemudian dengan gaya seorang announcer
pertandingan tinju ia berteriak.
"Inilah pangeran yang kita nanti-nanti selama ini.
Dengan bangga kami persilakan tampil.. Anntoo, the Lost Boy!!"
Dengan tersenyum aku membungkukkan badan. Diam sejenak.
Kemudian semuanya menghambur ke arahku. Ada yang memukul lenganku, ada yang
mencubit, ada yang mendorong, sayangnya tidak ada yang menciumku.
"Gila anak satu ini. Bisa-bisanya ia duduk manis di
sebelah kita. Sementara kita sibuk mencarinya".
Akhirnya satu persatu semua temanku menyalamiku dengan
hangat. Kurasakan semua memang saling sangat merindukan. Bukan aku sombong,
tapi waktu masa sekolah dulu selain pintar aku tidak memilih teman. Mungkin
satu sifat saja yang kurang disukai teman-teman. Aku kebanyakan bercanda walau
suasana sedang serius. Jadi kalau ada rapat untuk suatu acara, aku tidak pernah
jadi panitia. Tapi kalau acara sudah berlangsung, teman-teman akan kehilangan
kalau aku nggak ada.
"Emang lu nggak berubah dari dulu. Usil, jahil, iseng
de-el-el. Tega lu duduk nguping gosip kita. Gimana kabarnya?" salah
seorang temanku bertanya.
"Dengar semuanya. Pasang telinga baik-baik. Aku akan jelaskan
semuanya sekaligus sanggahan semua gosip tadi. Aku masih Anto yang dulu,
bedanya sekarang cambangnya saja lebat. Aku tidak patah hati karena Intan.
Sampai sekarang, mungkin aku yang paling sering kontak dengan Intan. Kalian
tahu dua bulan lagi ia akan menikah? Jadi jangan bikin gosip murahan, nanti
bisa saya adukan karena mencemarkan nama baik. OK?" kataku dengan nada
yang dibuat-buat.
"Aku tidak bisa ikut acara reuni tahunan karena
kesibukanku. Untuk itu maafkanlah daku yang hina dina ini!" lanjutku.
"Sudah.. Sudah. Lebih baik sekarang kita istirahat
sambil menunggu yang lain. Nanti acara mulai jam tujuh sekalian makan
malam," Tini menyarankan.
Akhirnya kami bubar menuju kamar masing-masing. Aku masuk ke
kamar bersama Isman. Sambil berbaring kami saling bercerita tentang kondisi
kami masing-masing.
Jam tujuh kurang sedikit kami semua sudah berkumpul di
ruangan tempat acara. Dari tiga puluh dua orang yang diundang, ternyata hadir
dua puluh lima orang saja. Sebenarnya semuanya ada empat puluh dua, namun
beberapa orang sudah hilang jejaknya. Ada beberapa orang yang membawa suami
atau istrinya dan anaknya. Dengan dagu yang licin, cambang sudah kucukur bersih
tadi sore dan kemeja santai aku duduk semeja dengan beberapa teman. Isman yang
mau bergabung diusir oleh teman lainnya.
"Lu nggak bosen-bosen berdekatan dengan si Anto. Lebih
baik lu temenin tuh Ira yang dulu naksir lu. Ia sendirian saja. Suaminya nggak
ikut. Sibuk kali kaya pangeran kita di sebelah".
Dengan gontai Isman berjalan dan mencari meja lainnya. Acara
kemudian dimulai. Karena lingkupnya hanya reuni kelas maka suasana dibuat
santai dengan permainan. Sepertinya aku dikerjai kali ini. Dalam permainan ini
aku sengaja dibuat agar dihukum berpasangan dengan Intan. Ia datang sendiri.
Aku hanya tersenyum saja, sementara itu Intan kelihatan sedikit kikuk.
"Tenang saja Intan. Aku tidak akan menelanmu,"
bisikku.
"Ahh.."
"Kita kan sudah lebih dewasa. Aku tahu posisi kita.
It's just a game. Teman-teman hanya iseng mau ngerjain kita. Gimana kalau gantian
kita yang ngerjain mereka". Kali ini suaraku kubuat seserius mungkin. Ia
hanya diam saja.
Kugenggam tangannya dengan semesra mungkin. Teman-teman lain
sudah riuh dan bersorak.
"Gitu dong. Kenapa nggak dari dulu. Pas dan cocok
sekali.."
Intan yang tadinya tertunduk malu-malu kini mulai lebih
berani. Kelihatannya ia yakin kalau aku tidak akan berbuat macam-macam.
Teman-teman memang agak berlebihan mengerjai kami. Kami disuruh untuk menggigit
batang korek api dan memindahkan karet gelang yang digantungkan di batang yang
kugigit. Dengan perlahan muka kami saling mendekat dan dengan beberapa gerakan
yang agak membuat napas tertahan akhirnya karet gelang sudah berpindah ke
batang korek yang digigit Intan. Semuanya bersorak dan Intan pun menghembuskan
napas dalam-dalam seolah melepaskan beban di dalam dadanya.
"Thanks To. Kamu sahabat yang baik," katanya
sambil menyalamiku. Aku hanya tersenyum dan menggerakkan bahu.
Acara demi acara berlangsung dan akhirnya tiba acara makan.
Aku mengambil makananku dan mencari tempat yang nyaman untuk menikmatinya. Di
sebuah meja agak di sudut, terlihat seorang teman duduk sendirian.
"Siska, kok sendirian saja. Boleh saya duduk di sini?"
tanyaku.
"Silakan saja. Untuk kamu semua kursi boleh kamu
tempati. Kamulah bintang malam ini," katanya menggodaku.
"Terima kasih, pakaianku jadi sesak nih," kataku
membalas godaannya.
Siska salah seorang bunga di kelas kami. Kelihatannya agak
sombong, namun setelah mengenalnya sebenarnya ia seorang yang ramah dan baik.
Ada beberapa teman baik yang sekelas maupun kelas lainnya yang mencoba
mendekatinya, namun mundur teratur ketika mengetahui ia sudah memiliki calon
suami mahasiswa kedokteran. Terakhir aku mendengar ia putus dengan dokter-nya
dan menikah dengan seorang dosen.
Ternyata teman-teman lainnya tidak ada yang mengambil tempat
dan bergabung dengan kami. Kini kami hanya berdua saja.
"Kamu mesra sekali dengan Intan tadi. Aku jadi
iri," ia berkata sambil menatapku.
"Ah, itu kan kerjaan kalian semuanya. Aku hanya
menyesuaikan dengan irama permainan kalian saja. Dulu aku mau mendekatimu, tapi
kalah dengan sang dokter. Ngomong-ngomong mana suamimu?"
"Sudahlah, itu masa lalu. Hanya indah untuk dikenang.
Suamiku lagi tugas belajar ke Jerman. Gimana pacarmu Isman?".
"Hussh.., tanya saja sendiri".
"Kamu belum married juga. Gosipnya patah hati dengan
Intan ya?"
"Belum ketemu yang cocok saja".
Akhirnya kami mengobrol dan bercerita tentang diri kami. Ia
sudah mempunyai seorang anak dan sekarang lagi dititipkan ke neneknya. Ia
mendapat kamar di lantai 2 di ujung koridor, sendirian saja karena teman
sekamarnya tidak jadi ikut acara reuni.
Acara berakhir pada jam sepuluh. Beberapa teman belum mau
beranjak dan terlihat masih mengobrol. Sebagian lagi sudah keluar dari ruangan
dan berpindah ke lobby hotel. Aku ditarik untuk ikut bergabung dengan mereka.
Agar tidak mengecewakan maka aku pun berbaur dengan mereka. Setengah jam
kemudian dengan alasan pusing dan lelah, aku berpamitan untuk ke kamar. Toh
besok pagi masih ada acara bersama menikmati keindahan alam Kaliurang. Isman
sudah tidak kelihatan batang hidungnya. Katanya ia ada keperluan keluarga dan
menginap di rumah saudaranya.
Ketika sampai di lantai dua, kulihat Siska sedang membuka
pintu kamarnya. Ia menengok dan melihatku. Ia melambaikan tangan menyuruhku
mendekat.
"To, aku sebenarnya belum mengantuk. Tapi males ngobrol
di bawah. Terlalu ramai dan riuh. Temani aku ngobrol di teras kamar yuk!"
Aku menurut saja, masuk ke kamarnya dan terus menuju ke
teras. Kamarnya masih berantakan. Sampai di teras kami duduk. Siska masuk
sebentar dan keluar lagi dengan membawa dua kaleng soft drink. Kami mengobrol
sampai pada masalah pribadi.
"Bener kamu belum punya pacar?" tanyanya
menyelidik.
"Bener. Apa untungnya aku bohong padamu".
"Laki-laki biasanya begitu. Katanya belum punya pacar,
ternyata anaknya sudah lima".
"Bener kok. Masih bujangan tulen".
"Apanya yang bujangan. Kupingmu?!!" katanya
terkekeh dan mencibirkan bibirnya.
Topik obrolan beralih ke dirinya.
"Berapa lama suamimu tugas belajar?"
"Tiga tahun. Tadinya aku mau diajak, tapi ibuku tidak
mengijinkan. Beliau ingin aku masih di sini".
"Jadi tiga tahun ini kedinginan dong?" godaku.
Ia diam dan pandangannya menerawang. Ditariknya napas
dalam-dalam. Kami saling terdiam. Ia memainkan jemarinya. Aku jadi salah
tingkah. Sementara gerimis mulai turun.
"OK deh Sis, aku kembali ke kamarku dulu. Besok pagi
masih ada acara lagi," kataku.
Ia masih diam membeku. Namun kemudian ia berdiri dan meraih
tanganku.
"Aku mengenal kamu sebagai orang yang tidak pernah
serius. Kali ini aku bicara serius dan aku minta kamu juga menanggapinya
serius. Kamu bilang tadi kalau aku akan kedinginan. Aku tahu kamu cuma bercanda
dan menggodaku. Tetapi setelah kurasakan ternyata malam ini aku memang sangat
kedinginan. Baik tubuhku maupun hatiku. Kamu mau menghangatkannya?"
"Sis, kamu sadar apa yang kamu katakan?" tanyaku.
"Aku sadar sepenuhnya. Kamu mungkin memandangku sebagai
perempuan murahan, tapi sejujurnya aku belum pernah berselingkuh sampai ketika
kami mengobrol tadi. Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba aku membayangkan malam
ini menjadi sangat panjang dan dingin. Aku tidak ingin berpisah dengan suamiku,
tapi aku.. tidak.. tidak. OK, kalau kamu tidak bersedia tidak apa-apa dan aku
percaya kamu bisa merahasiakan hal ini".
Aku diam sejenak. Siska memang terlihat sangat cantik dan
matang. Kubimbing ia masuk ke kamar, menutup pintu teras dan mengunci pintu
masuk. Ia memegang jariku, menatapku dan berbisik, "Thanks To".
Aku berbaring dengan pikiran menerawang. Sejujurnya aku pun
ingin menikmati tubuhnya yang indah, namun rasanya hal ini terlalu mudah dan
cepat sehingga aku tidak bisa mencernanya. Siska membuka ikatan rambutnya
sehingga rambutnya tergerai sampai ke pungungnya. Gaun malam yang dikenakannya
sangat serasi dengan tubuhnya. Ia melemparkan syal yang dipakainya. Aku baru
sadar kalau gaunnya memiliki potongan V rendah di dada sehingga sebagian buah
dadanya terlihat padat. Ia menghempaskan tubuhnya di sampingku.
"To, apa pandanganmu terhadap diriku ini. Apakah aku
seorang perempuan yang gampangan?"
"Saya tidak akan menilai pribadi seseorang. Kamu sudah
dewasa dan kamu bisa menilai dan memutuskan apa yang kamu lakukan".
Siska diam, tapi tangannya mulai mengusap lenganku dengan
lembut. Kupeluk dia dari belakang dan kuciumi leher dan bahunya yang terbuka.
Dipegangnya tanganku dan ditangkupkan ke dadanya. Kuremas buah dadanya
perlahan. Siska merintih perlahan dan membalikkan badannya. Kami masih terus
berpelukan, berciuman dan berguling-guling. Ciuman dan remasanku semakin lama
semakin ganas. Iapun mengerti kalau nafsuku sudah mulai bangkit. Ia mendesah
dan menggesek-gesekkan pipinya pada pipiku. Bibirnya mengulum daun telingaku
dan mendesah..
"Ohh.. Anto. Enam bulan lebih aku kedinginan dan
menunggu saat-saat seperti ini".
"Siska, aku akan memuaskanmu malam ini..", balasku
sambil menciumi telinganya.
Ia menindih tubuhku dan tetap menciumi bibir, leher dan
pipiku sambil terus merintih dan merapatkan tubuhnya. Tangannya dengan cekatan
membuka kancing bajuku. Kutarik retsluiting gaunnya dan kini bagian dadanya
semakin terbuka lebar. Mulut dan lidahku menyusuri seluruh leher, telinga dan
pangkal buah dadanya yang sedikit tersembul.
Ia melepaskan pelukannya dan membuka gaunnya. Kulitnya yang
putih diterpa lampu kamar yang remang-remang membuat silhouette di tubuhnya.
Aku melepas kemejaku dengan tetap berbaring. Siska membuka kepala ikat
pinggangku kemudian menarik kaitan dan retsluiting celanaku. Kini aku dan Siska
hanya mengenakan pakaian dalam.
Siska berbaring telentang dan tangannya terjulur
menyambutku. Kususupkan tanganku ke balik bra-nya dan kuremas putingnya. Ia
tidak sabar lagi dan tangannya membuka kaitan bra-nya. Kini bagian dadanya
sudah polos terbuka. Kubenamkan mulutku ke dadanya dan beraksi mencium dadanya
yang padat kemudian menggigit belahan dadanya dan menjilati putingnya.
Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya menyusup di
celana dalamku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga terasa
mulai mengganjal. Kunaikkan pantatku untuk mengurangi rasa tekanan kejantananku
pada perutnya. Kemudian tangannya mengarahkan kejantananku sehingga kepalanya
berada sedikit di bawah pusarnya. Tangannya ke bawah, kemudian meraba, mengusap
serta memainkan penisku.
Kini kepalaku bergerak ke leher, dada, menjilat putingnya
dengan jilatan ringan kemudian terus ke bawah sampai di selangkangannya. Kusingkapkan
celana dalamnya dan mulai menjilati dan memainkan tonjolan daging kecil di
bagian depan vaginanya. Bibir vaginanya yang berwarna kemerahan kuusap dengan
bagian dalam telunjukku. Ia membuka pahanya agar memudahkan aksiku. Aku
menggesekkan hidungku ke bibir vaginanya.
"Lakukan To.. Teruskan. Ahkk!!"
Ia menghentakkan kepalanya dengan keras ke atas bantal
meluapkan kekecewaannya. Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika clitnya
kujilat dan kujepit dengan kedua bibirku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia
merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melancarkan serangan
terakhir, namun aku sendiri masih ingin menikmati dan melakukan foreplay.
Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. Tangan kirinya memegang kepalaku dan
menekankannya ke celah pahanya. Tangan kanannya meremas-remas payudaranya.
- Bersambung Ke Bagian 3 -
Quote
(02-25-2013 02:03 PM) hitam_manis [3]
Affair Ketika Reuni - 3
- Sambungan Dari Bagian 2 -
Kepalaku kembali bergerak ke atas dan menciumi sekujur
dadanya. Tangannya berada di atas kepala sambil meremas ujung bantal. Siska
kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan sekali gerakan tangannya melepaskan
celana dalamku dan memegang kemudian mengocok penisku. Kini dibukanya celana
dalamnya dan kepala penisku digesekkannya pada bibir vaginanya. Tanganku
mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia
menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian mencari-cari bibirnya
yang sudah setengah terbuka.
Aku bergerak sehingga posisi dadanya sekarang di depan
mulutku. Putingnya yang berwarna kemerahan digesekkannya di ujung hidungku dan
segera kutangkap dengan bibirku. Kami berguling sedikit dan sebentar kemudian
ia sudah berada di atasku. Bibirnya dengan lincah menyusuri wajah, bibir, leher
dan dadaku. Siska mendorong lidahnya jauh ke dalam mulutku, kemudian
menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Siska yang mengambil inisiatif
permainan. Sesekali lidahku membalas mendorong lidahnya. Kujepit putingnya
dengan jariku sampai kelihatan menonjol kemudian kukulum dan kujilati dengan
lembut.
"Auhh, Ayolah Anto.. Teruskan.. Lagi," ia merintih
pelan.
Kemaluanku mulai menegang dan mengeras. Kukulum payudaranya
semuanya masuk ke dalam mulutku, kuhisap dengan kuat, dan putingnya kumainkan
dengan lidahku. Napas kami memburu dengan cepat dan badan kami mulai hangat
oleh darah yang mengalir deras. Kami berguling.
"Ayo puaskan aku sayang.. Ahh.. Auuh!" Siska
mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pangkal pahanya, kumasukkan
jari tengahku ke belahan di celah selangkangannya dan kugesek-gesekkan ke
bagian atas depan vaginanya.
"Ahh.. Kamu pandai sekali".
Sementara itu tangan kananku meremas buah dadanya dengan
lembut. Tangannya membalas dengan memegang, meremas dan mengocok penisku.
Dengan liar kuciumi seluruh bagian tubuhnya yang dapat kujangkau dengan
bibirku. Beberapa saat kemudian penisku mengeras maksimal. Kepalanya memerah
dan berdenyut-denyut.
Jari tengah kiriku kugerakkan lebih cepat dan tubuhnya
kemudian berputar-putar menahan rasa nikmat. Pinggulnya naik dan
bergoyang-goyang. Kupelintir puting payudara kirinya dan dan mulutku menjilati
puting kanannya. Sementara itu jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya.
Semakin cepat kocokanku, semakin cepat dan liar gerakan pinggulnya.
Kepalaku bergerak turun perlahan sampai di selangkangannya
dan segera mengambil alih pekerjaan jariku. Kubuka bibir vaginanya dengan
jariku dan dinding vaginanya yang mulai basah oleh lend*r agak kental dan
lengket segera kujilati. Bibir vaginanya kugaruk dengan kumisku. Ia
menggelinjang tidak karuan.
"To.. Anto.. Aku juga mau merasakan penismu,"
Aku bergerak memutar sehingga penisku berada di depan
mulutnya. Ia kemudian mengecup kepala penisku. Lidahnya membelah masuk ke
lubang kencingku. Aku merasakan sensasi kenikmatan yang tidak terkira dan
secara refleks aku mengencangkan otot kemaluanku. Buah zakar yang menggantung
di bawahnya kemudian diisapnya dan dijilatinya sampai pangkal buah zakarku. Aku
hanya menahan napasku setiap ia menjilati titik sensitif ini. Kami seakan
berlomba untuk memberikan rangsangan pada alat kelamin pasangannya.
Kami bergantian menikmatinya. Ketika ia mengulum, mengisap
dan menjilat penisku aku menghentikan aksi lidahku dan menikmatinya demikian
juga sebaliknya ketika klitorisnya kujilat dan kutekan dengan lidahku ia
berdesis keras menahan rasa nikmat. Tangannya kadang menekan kepalaku dengan
keras ke selangkangannya.
"Putar To. Berguling, aku ingin di atas," pintanya
dengan manja.
Aku berguling dan kembali kami melanjutkan aktivitas kami.
Kini mulutnya dengan leluasa beraksi di pen|s dan area sekitar pangkal pahaku.
Penisku sudah mulai terasa ngilu menahan sedotan mulutnya yang sangat kuat.
"To, ayo kita masuk dalam permainan berikutnya.."
Dengan gerakan perlahan Siska berjongkok di atas
selangkanganku dan mulai menurunkan pantatnya. Sebentar kemudian dengan mudah
aku sudah menembus guanya yang hangat dan lembab. Kembali kurasakan sempitnya
alur vaginanya. Pinggulnya bergerak naik turun dan aku mengimbanginya dengan
memutar pinggul dan menaik turunkan pantat. Kakinya menjepit pahaku dan kadang
dikangkangkan lebar-lebar.
Kuciumi bahu dan dadanya. Beberapa kali kugigit sampai
meninggalkan bekas kemerahan. Tangannya menekan dadaku sekaligus menahan berat
badannya. Gerakan pinggulnya berubah menjadi berputar cepat dan semakin cepat
lagi. Tak lama kemudian ia merebahkan tubuhnya merapat di atasku dan mulai
menghujaniku dengan ciuman dan gigitan. Kini dadaku yang berbekas kemerahan di
beberapa tempat.
Aku mengambil posisi duduk dan kubalikkan tubuhnya ke arah
berlawanan dengan arah kepalaku tadi. Kini aku berada di atasnya. Jepitan dan
sempitnya vag|na membuatku kadang melambatkan tempo dan berdiam untuk lebih
rileks. Namun ketika aku diam jepitan dinding vaginanya ditingkatkan sehingga
aku tetap saja didera oleh rasa nikmat luar biasa.
Aku bergerak semakin cepat dan mulai kurasakan aliran yang
tidak terkendali di tubuhku. Aku ingin segera mengeluarkannya namun aku harus
memuaskannya terlebih dahulu. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang
bergerak-gerak liar. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan akhirnya
Siska sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan
panjang.
"Aachhkk.. Anto.. Ouhh".
Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Untuk memaksimalkan
kepuasannya maka kutekankan penisku ke dalam vaginanya. Ketika dinding
vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot keggelku. Iapun kembali
mengejang setiap kali otot keggelku kugerakkan.
Sejenak kami beristirahat tanpa mencabut penisku. Kami
saling mengusap tubuh satu sama lain. Sesaat kemudian kami membersihkan diri
dan kembali berbaring bersebelahan.
"Kamu memang gombal. Laki-laki memang tukang tipu. Kamu
bilang masih perjaka. Kalau melihat permainanmu tadi pastilah sudah banyak
wanita yang jadi korbanmu," katanya ketus sambil mencubit pahaku.
"Aduuhh. Nggak ada yang jadi korbanku. Malahan kadang
aku yang jadi korban. Atau kamu merasa jadi korbanku?" tanyaku serius.
Ia diam dan kelihatan bingung menerima pertanyaanku.
"Ahh. Sudah kamu memang dari dulu ngeyel, nggak mau
kalah, usil, nyebelin meskipun kalau nggak ada kamu memang suasana kelas jadi
sepi".
"Jadi sekarang gimana..?" Tanyaku.
"Ya dilanjut dong. Aku kan masih ingin lagi.."
Ketika gairah kami kembali bangkit aku memeluknya kembali.
Kami kembali berciuman dan saling merangsang untuk meningkatkan gairah kami.
Kali ini kami melakukan pemanasan agak lama sampai ketika penisku sudah
mengeras maksimal dan vaginanya sudah mulai basah, Siska lalu mengangkang
dengan satu kaki dilipat lututnya.
"Ayo To, kita lakukan lagi!" Dengan cepat aku
menindih tubuhnya dan penisku segera beraksi menggenjot vaginanya.
Setelah beberapa lama maka kuberikan isyarat untuk doggy
style. Ia mendorong tubuhku agar dapat mengambil posisi tengkurap. Ia sudah
membelakangiku dalam keadaan berbaring. Diremasnya penisku dan diarahkan ke
vaginanya. Pantatnya dinaikkan sedikit dan dengan mudah penisku menyusup di
belahan vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya. Kurebahkan badanku di atasnya. Kami
berciuman dalam posisi ia tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus
bertaut dan menjalankan kegiatannya.
Aku menusuk vaginanya berulang kali. Ia pun mendesah sambil
meremas sprei di dekatnya. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya.
Kini ia berada dalam posisi menungging dengan pantat yang disorongkan ke
kemaluanku. Setelah hampir dua puluh menit permainan kami yang kedua ini, Siska
semakin keras berteriak dan sebentar-sebentar mengejang. Vaginanya terasa
semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.
Siska berbalik telentang dan sebentar kemudian aku naik ke
atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Akhirnya aku merasa hampir
mencapai puncak dari kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku
kelihatan agak memanjang.
"Siska, kayaknya aku nggak tahan lagi, aku mau
keluar," teriakku.
"Ouhh.. Tunggu dulu.. Sebentar lagi.. Kita
sama-sama.."
Napas kami semakin terengah-engah. Kukendorkan sebentar otot
keggelku dan kemudian kukencangkan, kutahan dan kugenjot lagi dengan cepat.
Kupercepat gerakanku. Akhirnya tak lama kemudian kami bersama mencapai titik
kenikmatan tertinggi. Aku menyemprotkan spermaku terlebih dahulu. Siska semakin
cepat menggerakkan tubuhnya agar tidak ketinggalan dan tak lama Siska pun
mendapatkan puncaknya ketika penisku masih menyemburkan sisa-sisa lahar
kenikmatan. Setelah itu kami terbaring lemas.
Sekitar jam empat dini hari kami sudah bergumul lagi dengan
liarnya. Hampir satu jam kami menuntaskan gairah kami. Jam setengah enam aku
kembali ke kamarku. Selang lima menit Isman datang. Ia menatapku dengan sorot
mata heran melihat mataku yang memerah.
"Kamu nggak tidur semalam?" tanyanya.
"Tidur, cuma nggak nyenyak aja," kataku jujur. Aku
kan sempat tertidur juga sambil memeluk Siska, meskipun paginya harus
mengeluarkan energi ekstra.
"Udah, lu tidur lagi aja. Acara nanti paling mulai jam
delapan. Aku mau ke bawah dulu minum kopi," katanya lagi.
Jam setengah delapan aku terbangun dan langsung mandi. Jam
delapan kurang sepuluh aku sudah ada di restauran dan menyelesaikan sarapan
dengan cepat. Jam delapan aku sudah ada di depan hotel bersama-sama dengan
teman-teman lainnya. Seperempat jam kemudian kami sudah berada di Taman Wisata
Kaliurang. Kami berjalan sambil bergurau naik turun bukit dan menikmati
panorama Kaliurang. Aku berjalan di samping Intan. Aku teringat saat SMA ketika
kami sekelas mengadakan acara santai di sebuah lokasi wisata pegunungan. Aku
selalu menempel Intan dan membantu membimbing tangannya ketika melewati jalan
yang sempit atau curam.
"Capek In?" tanyaku.
"Ah enggak. Gimana tidurnya, nyenyak?" tanyanya
seolah menyelidik.
- Bersambung Ke Bagian 4 -
Quote
(02-25-2013 02:06 PM) hitam_manis [3]
Affair Ketika Reuni - 4
- Sambungan Dari Bagian 3 -
Aku jadi kikuk dan merasa bersalah. Ada perasaan seolah-olah
ia tahu apa yang terjadi semalam. Padahal mungkin saja ia hanya sekedar
berbasa-basi.
"Yah bisa juga tidur, tapi udara terlalu dingin. Jadi
sering terbangun dan buang air kecil," kataku.
Tiba-tiba sekelompok teman yang lain mendahului kami dan
berkata.., "Silakan bernostalgia. Kami tidak akan mengganggu kalian
kok". Kemudian pecah suara tawa berderai. Aku hanya tersenyum dan
melambaikan tangan.
"Cepat kalian jalan di depan. Kami juga tidak mau
diganggu," kataku.
"Tapi ingat lho. Kalau berduaan jangan di tempat sepi,
bahaya!" celetuk seseorang.
Siska yang berada di dalam rombongan itu melihatku dan
tersenyum. Akhirnya setelah makan di alam terbuka kami kembali lagi ke hotel
sekitar jam dua belas siang. Acara reuni akan berakhir jam tiga dan jam dua
sudah harus check out. Isman sudah nggak ketahuan lagi perginya. Iseng-iseng
kutekan nomor kamar Siska di telepon kamar.
"Hallo.." terdengar suara Siska.
"Hallo say, udah beres-beres?" tanyaku.
"Ini lagi masukin pakaian,"
"Perlu bantuan?" tanyaku lagi.
Ia tidak menjawab dan meletakkan gagang teleponnya. Aku
berpikir sejenak dan akhirnya kuputuskan untuk ke kamarnya saja. Paling tidak
aku harus bicara apa yang telah terjadi semalam. Kuketuk pintu kamarnya.
"Room service," kataku dengan suara agak berat.
"Masuk saja," katanya.
Aku masuk ke dalam kamarnya dan ia kelihatan terkejut
melihatku.
"Kamu lagi. Nggak bosan-bosannya berbuat iseng".
"Aku juga nggak bosan dengan kamu kok," Mukanya
memerah.
"Ngerayu lagi. Udah sana beresin pakaianmu sana.
Sebentar lagi kita udah diusir sama suaminya Tini".
Siska sudah berganti pakaian dengan kemeja pink tipis dan
celana jeans ketat. Bra-nya yang berwarna hitam dengan model tanpa tali bahu
terlihat di balik kemejanya. Ia duduk di atas ranjang dan aku memeluk dari
samping, sambil bibirku mulai bekerja menciumi daerah leher, pelipis dan
sekitarnya.
"Udah To. Sebentar lagi kita harus check out,"
katanya sambil berusaha melepaskan pelukanku.
"Kita masih punya waktu sedikit lagi kan?" kataku
yakin. Ia ragu-ragu tapi kemudian kurasakan ia menyerah dalam pelukanku.
Angin pegunungan bertiup agak kencang sehingga Siska
menggigil. Tanganku dipegangnya dan didekapkan di dadanya. Kubisikkan di
telinganya, "Daripada kita kedinginan lebih baik kita panaskan dulu
suasana ini!"
Ia tidak menjawab namun tubuhnya bergerak dan duduk di
pangkuanku. Kemudian tangannya menggelayut di leherku. Kami berpelukan di atas
ranjang. Tak lama kemudian tubuh bagian bawahnya sudah telanjang, sementara aku
sudah telanjang bulat. Aku sengaja belum membuka bajunya karena ingin menikmati
pemandangan di depanku ini.
Tubuh yang putih mengenakan pakaian tipis terbuka di atas
sedang berbaring di ranjang sementara di bagian pangkal pahanya terbayang
sejumlah rumput hitam yang rapi mengitari sebuah telaga. Ia membuka pahanya
sehingga telaganya yang berwarna kemerahan sangat menantang. Aku hanya diam dan
mengelus-elus perutnya.
"Kamu cuma akan begini terus atau..". Belum habis
kata-katanya kucium bibirnya dan aksiku pun segera berlanjut.
Kutindih dan kujelajahi sekujur tubuhnya dengan jariku.
Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik..
"Ouuhh.. Anto.. Terserah kamu apapun yang akan kau
lakukan..".
"Aku akan memuaskanmu.." kataku membalas
bisikannya.
"Ouhh.. Apa.. Saja. Akhh..!"
Dari bibir lidahku turun ke dada dan ke samping, mengecup
pinggul dan pinggangnya, kemudian ke arah pahanya. Hidungku kutempelkan di
bibir vaginanya. Tercium aroma harum dan segar. Kulebarkan pahanya kuberikan
rangsangan di sekitar pangkal pahanya tanpa menyentuh vaginanya. Ketika kugigit
pahanya sampai merah ia memekik.
"Antoo.. Jangan.. Sudah To!" pekiknya.
Kepalaku kembali ke dadanya dan kuminta dia untuk berguling
ke atas. Dengan cepat kami berguling. Kuraih bagian bawah bajunya dan dengan
cepat kulepaskan lewat kepalanya. Kukecup gundukan payudaranya yang keluar dari
cupnya. Bra-nya dengan sekali jentikan jariku kemudian terlepas. Kusambut
payudaranya dengan jilatan lidahku melingkari sekitar puting dan dengan sekali
jilatan halus.
Siska menekan pangkal payudaranya sehingga payudaranya
seperti mengencang. Siska kemudian membawa payudaranya ke mulutku dan kusambut
dengan rakus seperti bayi yang sedang kehausan susu ibunya. Kugantikan posisi
tangannya dan kuremas. Ujung putingnya kujilat dan kumainkan dengan gigitan
lembut bibirku. Ia semakin terangsang dan ingin segera mendaki lereng
kenikmatan.
Tangannya mengocok penisku dengan lembut. Dikecupnya kepala
penisku, diratakannya cairan bening yang sudah mulai keluar dari lubang
kencingku dengan mulutnya. Aku menahan napas ketika lidahnya menjilati lubang
kencingku. Kini ia jongkok di atas pahaku dan mulai mengarahkan penisku ke
dalam liang vaginanya.
Peniskupun masuk ke dalam liang vaginanya. Kukeraskan ototku
sedikit dan Siskapun mulai menggerakkan pantatnya. Ia seperti penunggang kuda
yang sedang memacu kudanya. Pantatnya bergerak naik turun dengan cepat. Aku
mengimbangi dengan gerakan pinggulku serta meremas dan mengulum payudaranya.
Gerakannya semakin cepat dan erangannya makin sering. Aku mengubah posisiku
menjadi duduk dan memeluk pinggangnya. Kami berciuman dalam posisi Siska duduk
di pangkuanku.
"Aagghh.. Anto..," teriaknya.
Kudorong dia ke arah yang berlawanan dengan posisi semula.
Kini aku berada di atasnya dan mulai mengatur irama permainan. Bibirku bergerak
ke leher dan menjilatinya. Tangannya mengusap punggung dan pinggang sampai
pantatku. Tanganku meremas lembut payudaranya dari pangkal kemudian kutarik ke
arah puting. Kutarik putingnya sedikit dan kujilati sekitarnya yang juga
berwarna kemerahan. Kutekan payudaranya dengan telapak tangan dan
kuputar-putar. Kususuri buah dadanya dengan bibirku tanpa mengenai putingnya.
Ia bergerak tidak menentu. Semakin ia bergerak maka payudaranya ikut bergoyang.
Jilatanku makin ganas mengitari tonjolan kemerahan itu.
"To.. Aku.. Isep.. Isep dong.. Yang," pintanya.
Aku masih mempermainkan gairahnya dengan jilatan halus di
putingnya itu. Siska mendorong buah dadanya ke mulutku, dan putingnya langsung
masuk ke mulutku, dan kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Lumatan
bibirku di puting Siska makin ganas. Ia semakin liar bergerak
"Aagh..", ia memekik-mekik.
vag|na Siska makin lembab, namun tidak sampai banjir. Siska
langsung mendesis keras ketika merasakan hunjaman penisku yang menyodoknya
bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram punggungku. Gerakan naik turunku diimbangi
dengan memutarkan pinggulnya. Semakin lama gerakan kami semakin cepat dan liar.
Ia semakin sering memekik dan mengerang. Kuku tangannya kadang mencakar
punggungku. Kutarik rambutnya dengan satu tarikan kuat, kukecup lehernya dan
kugigit bahunya.
"Ouhh.. Ehh.. Yyeesshh!"
Kugenjot Siska dengan cepat dan menghentak-hentak. Kuganti
irama gerakanku. Kumasukkan penisku setengahnya dan kucabut sampai tinggal
kepalanya yang terbenam beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan pantatku
dengan keras. Siska pun menjerit tertahan dan wajahnya mendongak. Pinggulnya
yang tidak pernah berhenti untuk bergoyang dan berputar semakin menambah
kenikmatan yang terjadi. Jepitan vaginanya yang menyempit ditambah dengan
gerakan pinggulnya membuatku semakin bergairah.
Aku menurunkan irama untuk mengurangi rasa nikmat yang
meledak-ledak. Penisku kubiarkan tertanam di dalam vaginanya dan kemudian aku
menggerakkan otot kemaluanku. Terasa penisku berkontraksi mendesak dinding
vaginanya dan ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan dinding vaginanya
menyempit meremas penisku. Hanya suara desahan yang terdengar di dalam kamar.
Ia memberi isyarat untuk menyelesaikan permainan ini.
"Aku ingin merasakan panasnya lahar gairahmu," ia
mendesah.
Kembali kami berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan
tubuh kami yang basah oleh keringat. Siska semakin cepat menggerakkan pantatnya
sampai penisku terasa disedot oleh satu pusaran yang sangat kuat. Siska meremas
rambutku dan membenamkan kepalaku ke dadanya, betisnya menjepit erat pinggulku.
Badannya meronta-ronta, kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, tangannya
semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih keras lagi ke
dadanya. Aku pun semakin bergairah untuk menghujani kenikmatan kepada Siska
yang tidak berhenti mengerang.
"Aahh.. Sshh.. Sshh " Gerakan tubuh kami semakin
liar dan cepat.
"Ouoohh.. Nikmat.. Aku.. Sam.. Pai.."
Aku mengangguk dan ia pun memekik panjang, "Ya .. Ayo..
Aahhkk..!"
Aku mengencangkan otot kemaluanku dan menghunjamkan penisku
ke dalam vaginanya. Nafasnya tercekat sejenak dan kemudian keluarlah
erangannya. Tubuhnya kami mengejang bersama-sama. Kakinya memperketat jepitan
di pinggulku. Sedetik kemudian spermaku sudah memancar di dalam vaginanya. Kami
menjerit tertahan..
"Aww.. Aduuh.. Hggkk"
Sunyi sejenak di dalam kamar. Hanya ada suara napas memburu
yang kemudian berangsur-angsur menjadi tenang. Sayup-sayup suara angin berdesir
terdengar berirama. Setelah napas kami tenang kupeluk ia dengan mesra.
"Sis.."
"Hee.. Ehh".
"Sejujurnya aku tak pernah berpikir akan terjadi hal
seperti ini".
Ia diam dan matanya agak memerah. Bibir bawahnya digigit.
"Aku juga tidak tahu kenapa ini terjadi. Aku sangat
kesepian dan memerlukan kehangatan. Tetapi mengapa ini terjadi?" ia
mengeluh dan menutup mukanya.
"To.. Sudah kepalang basah sekarang. Kalau kamu belum
mau pulang ke Jakarta nanti malam aku masih menginginkannya lagi. Tapi tidak di
sini. Kita pindah ke Yogya, sekitar Malioboro saja yuk".
Kutatap matanya untuk memastikan kata-katanya.
Ia mengangguk dan berkata, "Seperti kataku tadi, sudah
telanjur basah ya mandi saja sekalian.."
"Aku mengerti, tapi aku juga tegaskan bahwa ini adalah
just for fun. Aku tidak ingin kamu berpisah dengan keluargamu. Aku hanya ingin
membantu melepaskan dahagamu saja," kataku.
"Aku juga tidak ingin kehilangan keluargaku,"
katanya tegas.
Akhirnya acara reuni berakhir dan aku masih melanjutkan
reuniku hanya berdua dengan Siska di Yogyakarta. Ketika kami berpisah keesokan
harinya, ia mengecup pipiku dan berbisik..
"Tahun depan kamu harus ikut reuni lagi". Artinya?
Tagged as: Cerita Panas

Write admin description here..
Get Updates
Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.
Share This Post
Related posts
0 komentar: